Friday, May 20, 2022

#RUANGOPINI

Reformasi Kontruksi Jilid 1

Oleh: Sahabat Fauzi*

Ada beberapa hal yang mungkin bercampur dalam satu tulisan ini, dengan atau tanpa kejelasan. Berada di organisasi ekstra kampus tentu mengisi banyak waktu kosong selama menjalani proses pendidikan di tingkat perguruan tinggi, hal yang sama terjadi dalam kehidupan saya yang aktif di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau biasa dengan sebutan PMII. Sejak awal, narasi narasi kebanggaan berada dalam organisasi PMII terdengar mulai saat saya masuk melangkahkan kaki di halaman kampus, brosur bertebaran dimanan mana, masing masing tangan pulang membawa selembaran kertas formulir pendaftaran sebagai calon anggota PMII, semua yang menaiki panggung memberi kesan positif tentang PMII.

Setelah 3 tahun berada di PMII dengan segala harapan masa lalu dan fakta hari ini muncul pertanyaan – pertanyaan dalam pikiran, perihal PMII sebagai organisasi kaderisasi dengan nilai nilai didalamnya. Ada trilogi di dalam PMII dan saya rasa anggota ataupun kader tentu paham lah perihal itu, mulai dari Trimotto (Dzikir, Fikir dan Amal Sholih), Trikhidmat (Taqwa, Intelektual dan Profesional) dan Trikomitmen (Kejujuran, Keberanian dan keadilan), bagi saya nilai – nilai ini lah yang seharusnya membentuk karakter anggota dan kader PMII. Jika setuju, pertanyaannya sudah sejauh mana penanaman nilai – nilai tersebut? Kegiatan apa yang menunjang terwujudnya nilai tersebut dalam diri anggota atau kader? Sikap senior seperti apa dan mana yang memberi wujud nyata dari nilai – nilai PMII? 

Apakah mengingat dan mengungkit kesalahan seseorang lantas mencari cara menjatuhkan dengan penggiringan masa yang terlanjur emosi adalah wujud nyata dari Trimotto yang diajarkan di dalam PMII? atau rela meluangkan waktu berjam jam mengurusi kegiatan organisasi dan melupakan kewajiban sebagai hamba, kemudian dibenarkan dengan berbagai macam argumentasi sehingga diapresiasi merupakan ajaran dari Trikhidmat dalam PMII? atau mengajarkan idealisme dan diwaktu yang bersamaan bersikap koruptif serta nepotis dengan mengkambinghitamkan realistis?

Sudah beberapa banyak kalimat “sudahlah biasa” atau sikap “yaudah itu biasa” itu terjadi didalam kegiatan – kegiatan organisasi, kalau tindakan, peristiwa, kejadian, atau sikap itu kebaikan sah sah saja ini keburukan yang bertolak belakang dengan nilai – nilai PMII lalu dianggap biasa, lantas kapan akan ada pergerakan perubahan?. Aswaja yang katanya sebagai manhaj al fikr dan harakah dalam PMII, dilain semua buku buku mapaba ada satu kalimat yang mungkin semua sudah tahu, yakni “almuhafadotu alal qodimissholih wal akhdu bil jadidi al aslah” atau menjaga (mempertahankan) hal lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik, saya kadang bingung dengan banyaknya kegiatan yang ada fase dan alurnya selalu begitu begitu saja (Stagnan) tanpa perubahan, bahkan keburukan perilaku pada saat berlangsungnya kegiatan yang bertolak belakang dengan nilai – nilai PMII terus saja terjadi dengan kata kata “Udah Biasa” semisal, ketidakdisiplinan, tidak adanya kerja kerja organisasi dalam kepanitian karena selalu keluar dari tupoksi sebab keterpaksaan keadaan, pengurus serasa anggota, mabuk – mabuk an dan lain sebagainya (sesuai yang di “ah biasa”). Lantas sampai kapan semua itu akan terputus, jika hari ini kesadaran masing masing tidak tumbuh, jika hari ini kata “udah biasa” terus membabi buta, maka tunggu saja ketidaklakuan kader PMII ataupun PMII dan munculnya dongeng masa lalu yang semakin masif diteriakkan sebab kenyataan cukup memalukan untuk diutarakan.

Selain itu dalam program kerja mungkin ada kegiatan yang berbeda setiap tahunnya, tapi akhirnya itu hanya menjadi seremonial belaka untuk membeda bedakan masa jabatan dan pengisian laporan pertanggung jawaban tahunan. Saya paham memang dalam kegiatan akan ada dua pihak yang saling mendukung, baik dari penyelenggara (pengurus) dan peserta (anggota) tapi apa benar selama ini kegiatan itu dipikirkan dengan matang? Sesuaikah dengan kebutuhan para anggota yang terus berubah dan beraneka ragam setiap generasinya? berhasilkah itu membentuk karakter, mengembangkan skill dan memperluas ilmu pengetahuan?. Faktanya (seperti yang dirasakan hari ini) dan landasan pelakasanaan kegiatannyapun tidak pernah menjadi acuan pada saat rapat kerja dan tidak pernah dibahas secara serius pada saat sidang komisi ketika Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR), lantas kapan organisasi kaderisasi tersebut akan mengkader?. Akhirnya lagi lagi anggota pasca itu (dengan segala ketidaktahuan dan kepolosannya) yang akan menjadi pengurus, kembali sebagai korban untuk mempertanggung jawabkan dan memperbaiki semua ketidakjelasan arah kemana PMII (Al Fanani) akan berlayar.


*Anggota Pengurus Biro Pendidikan 2022, PMII Rayon Al Fanani Komisariat Unisma

0 comments:

Post a Comment