Tuesday, December 21, 2021

#RUANGCERITA

Titip Rindu Untuk Mama

Oleh : Sahabat Hiraeth*

Pagi ini masih terlalu dingin untuk tubuh mungilku meningalkan kehangatan selimut bercorak doraemon yang kudapatkan dari pasar malam tempo hari. Namun suara lirih memangil-mangil namaku dan mengoyak-ngoyak tubuhku. Tangan itu membelai halus rambut pendekku yang tidak beraturan. 

“nak bangunlah, nak. Ini hari pertamamu bukan untuk masuk sekolah”

Sontak kata-kata itu membangkitkan semangatku, ya hari ini aku pertama masuk sekolah di SDN 1 Merdeka. Mamaku yang mendaftarakan ku kesana meskipun jaraknya terbilang jauh dari rumah tapi ia bahagia karena aku dapat masuk ke sekolah favorit di sana. Ditambah lagi aku masuk di sana karena mendapatkan beasiswa. Ya mana mungkin keluarga kecil seperti kami dapat masuk sekolah mahal. 

Akupun bangun dan bersiap untuk pergi kesekolah. Ibuku menyiapkan sarapan dan baju-bajuku yang baru dibeli tempo hari dari pasar desa setempat. Ia menyuapi ku di meja makan dengan penuh cinta dan rasa bahagia melihat putrinya yang sudah mulai tumbuh dewasa dan kini sudah akan pergi kesekolah untuk belajar. Terlihat dengan jelas dimatanya ada begitu banyak harapan kepadaku dan aku pun sudah berjanji pada diriku sendiri untuk mewujudkan harapan-harapanya itu suatu saat nanti. 

Sesampainya di sekolah aku bertemu dengan teman sewaktu TK ku aku pun mengajaknya untuk duduk satu bangku. Namanya mely, anak pak camat yang terkenal anak teladan dan pendiam. Meskipun kami jarang bertemu hanya bertemu sewaktu di sekolah tapi dia adalah kawanku yang paling kusayangi. 

“KKKRRRIIIIINGGG” jam masuk pertama sudah berbunyi.

“ayo kita masuk kelas” ujarnya 

“ayo kita duduk satu bangku ya” timpalku

“ okey” serunya sambil tersenyum manis

Banyak sekali teman-teman di kelas dari berbagai daerah yang entah aku tak tahu. Suara sepatu terdengar kian mendekat menghampiri kelasku. Sosok perempuan berbadan tegak dan tinggi dengan keriput di wajahnya muncul dari sudut pintu kelas. Sosok yang entah aku tidak tahu sama sekali dan baru kutemui.

“ selamat pagi anak-anak” sapanya 

“ pagi buuuuu” timpal kami semua

“ perkenalkan nama saya Andina Putri amalia, atau kalian bisa memangil saya bu andin. Saya adalah guru kelas 1 yang akan mendampingi kalian selama belajar dikelas”

Ia mulai memperkenalkan diri dengan cara yang unik dan membuat kami terpingkal-pingkal dan penuh dengan tawa kebahagiaan. Tak terasa hari itu sudah sangat siang sehingga kami harus pulang. Aku menunggu ibuku di halaman sekolah sambil Clingak-clinguk melihat kedatangan sepedah berwarna merah kesayangan keluarga kami. 

Ya begitulah kami menyebutnya, sepedah tua yang mungkin hari ini sudah menjadi rosokan bagi orang lain. Namun tidak bagi kami terutama ibuku, alasanya karena itu adalah sepedah pemberian ayahku ketika mereka menikah dan salah satu kenangan terakhir ibuku kepada ayahku.

Ayahku meninggal karena sakit sakitan dengan penyakit aneh yang entah apa penyakitnya tapi tidak bisa sembuh. Karena keterbatasan ekonomi maka kita tidak dapat membawanya untuk di rujuk ke rumah sakit. Sehingga kini tinggal aku dan ibuku. Kami tinggal berdua, ibuku sehari-harinya bekerja sebagai buruh di rumah kepala desa kami, dan tak jarang juga ia kerja serabutan ya setidaknya apa yang bisa ia lakukan ya beliau lakukan untuk memenuhi kebutuhan kami.

“hey. Malah melamun di sini ada apa nak? Apa gurumu memarahimu? Apa tadi teman mu menyakitimu?”

Kata-kata itu membuyarkan lamunanku seketika. Dengan sentuhan lembutnya mengelus kepalaku.

“hehehe. Aku gak papa kok ma aku hanya berfikir tentang ayah. Seandainya ayah yang menjemputku dan mengatarku dihari pertama sekolahku”

Kedua tangan hangat tiba-tiba mendekapku dengan eratnya. Sambil mengatakan “maafkan mama ya nak” suara itu langsung mengetarkan hatiku. 

“ayo pulang ma. Aku laper banget ingin makan masakan mama” aku mengalihkan topik pembicaran karena melihat mama yang sedih

“oh iya, kamu pasti laper ya nak” tanyanya kepadaku

“ iya nih ma laper banget, mama masak apa di rumah?”

“ mama masakan kesukaan kamu ini”

“ wwaaahhhhh enak nih. Ayo kita segera pulang ma” sambil menyeret tangan ibuku.

Sesampainya di rumah ibuku mengendongku sambil berucap. “selagi mama masih kuat untuk mengendongmu, mama selalu ingin melakukan ini nak sambil memeluk erat tubuhku” aku yang hanya diam dan menikmati dekapan lembut dan kenyamanan yang tiada taranya itu tersenyum manis.

 Ditaruhnya tas dan buku-buku ku hingga rapi seperti semula. Aku yang tengah terduduk di meja makan akan menanti kelezatan masakan mama yang bak seorang chef ahli di resto bintang 5 yang memasaknya. 

“cepatlah ma, perutku seperti burung yang berkicau dipagi hari.” Seruku dengan raut wajah penasaran. Tak lama satu sup datang menghampiri , baunya yang seolah-olah memangil-mangil perutku. “hari tumben mama masak sup, kan sup ini pakai daging sapi pasti mahal” tanyaku teheran-heran, “gak papa sayang selagi mama masih bisa nyenengin kamu apapun akan mama lakukan” ujung bibirnya melebar melihat ekspresi ku ketika makan dengan begitu rakusnya. 

“ pelan-pelan nak nanti tersedak” 

“ heheh (tawaku kecil) iya iya ma, habisan ini enak buanget”  Tawanya pecah mendengar ucapanku itu.

Kami tergolong orang yang tidak mampu namun semua itu tidak mengurangi kebahagiaan di keluarga kami selagi kami masih saling memiliki. Ibuku selalu mengatakan ini padaku jika ada yang menghina kami ia selalu berkata “ harta yang mereka punya tidak dapat mengalahkan harta yang mama punya, karena harta terbesar mama adalah dirimu my princess” 

Ketika mama bekerja mama selalu mengajaku meski menurutku aku hanya beban baginya ditambah lagi apa bila aku rewel maka mau tidak mau mama harus mengendongku meski sedang mengerjakan pekerjaannya. Tak jarang juga aku sering bertengkar dengan anak majikan mama yang masih berumur 9 tahun karena masalah sepele.

“ayo udah malem ini kita tidur ya nak” tiada hari dimana ku jauh dari mama, aku dan mama seperti bayang-bayang. “ ayo mama aku udah ngantuk banget ini ma” aku berlari kearah mama yang sedang berdiri di depan tv dan mendaratkan pelukan eratku ke kaki-kakinya yang nampak gemetar karena terlalu lelah mengerjakan pekerjaan hari ini. sampai tak terasa kita telah tiba di kamar.

“nak. Mama menyayangimu suatu saat nanti jika kamu sudah dewasa jangan tinggalkan mama ya nak” kata-kata itu keluar dari mulut sudut-sudut bibir mama yang tak tampak karena dekapanya yang membuat tubuhku tak ingin melepaskanya. 

“sindy janji kok ma, walaupun sampai kapan pun meskipun sidny udah punya suami pun sindy akan tetap bersama mama. Janji” sambil mengarahkan jari kelingking kepada mama sebagi bukti perjanjian aku dan mama. Mama pun tertawa geli melihat tingkahku yang seolah seperti orang dewasa yang sedang membuat komitmen. 

“ ma ceritakan ayah lebih banyak lagi ma” ujarku sambbil menetap mata mama

“iya nak, mama ceritakan ya” timpalnya sambil mengelus-elus rambutku

“ma, sindy pengen ketemu ayah deh ma, pengen tau gimana ayah. Pengen dipeluk sama ayah, pengen di gendong kayak mama biasanya gendong aku, pengen bareng-bareng sama ayah” ujar ku dengan polosnya. Mata mama menatap dalam-dalam raut wajahku yang seakan menahan kepedihan yang mendalam.

“mama juga berharap seperti itu anak ku. Tapi tuhan lebih sayang sama ayah kita” ucapnya dengan nada yang gemetar.

****

Tiada hari yang ku lewati tanpa belaian kasih sayang dari mama. Mungkin hanya saat ketika aku pergi kesekolah. Rasanya aneh jauh dari mama. Mungkin karena aku terbiasa dekat dengan mama, hingga hari itu pun datang. Hari yang tidak pernah ku harapkan dan tidak pernah terfikirkan. 

“DDDUUUUUUUAAAAARRRRRR” suara yang entah datang dari mana yang hingga mengoyangkan tubuhku membuat seisi kelas porak-poranda. Tiba-tiba seseorang berteriak

“LAAARRRIIIIIIIII” Suara melengking itu memecah telinga dan membuyarkan seluruh isi kelas. Kami berlari keluar kelas melihat apa yang terjadi. Ibu guru menyuruh kita untuk segera pulang ke rumah mencari tempat aman. Aku berlari menyusuri gang-gang jalan pintas menuju rumahku yang entah tak tau ada bahaya apa yang di maksudkan ibu guru. 

“MAMA... MAAA.. MAMA.. MAMA DIMANAAAA” teriak ku dari kejauhan rumah. Tak ku jumpai satu orang pun di sana. Lantaran semuanya sudah gelap gulita. Kubuka pintu rumah yang rapuh dan tidak terkunci itu sambil berharap bahwa mama ada di balik pintu usang itu. Jarak pandang yang dapat kulihat hari itu hanya satu meter seperti di tutupi oleh puluhan ribu awan namun ini bukan awan, melainkan abu yang rasanya membakar mataku ketika mendarat tepat diwajahku. Hari ini benar-benar hari yang tak pernah di bayangkan 

****

Hari ini mentari bersinar begitu terik seolah-olah membuat tubuhku ingin menari-nari bersama nya dan tiupan angin yang meneduhkan itu membuatku ingin memejamkan kedua mataku untuk menikmati seluruh alam semesta untuk sejenak. Ku hembuskan nafas panjangku sambil mensyukuri atas apa yang hari ini telah di dapatkan. 

hari ibu akan segera datang waktu itu bu guru mengajari kami menulis surat cinta untuk mama. Surat yang akan aku berikan saat hari ibu itu datang. Kami menuliskan isi hati kami sepenuhnya di dalam surat itu, apa yang ingin kita sampaikan kepada sosok seorang ibu yang mungkin kini sudah tidak muda lagi, yang mungkin kini sudah banyak keriput muncul diwajahnya dan yang mungkin tangan dan kaki nya gemetar karena sedang menangung beban kehidupan. Aku menyimpan surat itu baik-baik di dalam tas kecil pink ku hadiah ketika aku berulang tahun yang ke  7. Kuhias sedemikin rupa hingga tampak indah agar mamaku tau dalamnya perasaanku.

Sepasang kaki berdiri tepat di depanku membuyarkan lamunan ku, tangan nya terulurkan kepadaku memintaku untuk bangkit dari duduk ku. Mataku menyusuri tubuhnya dari kaki hinga wajahnya, seketika mataku terbelalak melihat wajah yang sedang ada di depanku. Wajah yang tak asing bagiku, wajah yang selalu kurindu, wajah yang penuh dengan ketenangan, penuh dengan kasih sayang. Tanpa hanyak bicara aku memeluknya begitu era sampai dadaku terasa sesak karena cegkraman ku ketubuhnya. Dengan lirih lidahku berkata “AYAAAHHH...” 

“ akhirnya aku melihatmu.. aku bisa memeluk mu.. ayah kau tau aku begitu rindu dengan mu..” ia hanya te  rdiam dan menikmati pelukan ini. aku yang masih saja tak berhenti berkata karena rasa bahagiaku. “ ayah adek kangen, ayah kemana saja. Ayah aku sudah sekolah ayah. Temanku banyak di sekolah. mama selalu mengantarku saat pagi, ia juga tidak pernah telat menjemputku pulang sekolah, setiap sarapan pagi  mama selalu menyuapi aku. Ayah nanti ayah ya yang mengantarku ke sekolah , nanti ayah juga ya yang suapi aku sarapan, ayah juga yang jemput aku kalau pulang. Kasiahan mama  ia bekerja tanpa henti hanya demi aku yah nanti ayah yang gantiin mama jagain aku biar mama bisa istirahat.” Ocehanku yang tiada henti ku lontarkan

“ oh iya. Dimana MAMA yah .. ?

****

Hari ketiga evakuasi korban letusan gunung semeru sudah dilakukan namun tidak ada tanda-tanda keberadaan putriku sindy. Hari itu ketika suara ledakan aku berlari menuju sekolah putriku untuk membawanya ketempat yang aman dan jauh dari lokasi bahaya. Namun tak kutemui putriku ditempat sekolahnya. Tak kujumpai satu orang pun di sana keadaanya sangat sepi. Ditambah lagi abu vulkanik ini yang membutakan pandanganku. Aku pikir mungkin gurunya telah memintanya untuk mencari tempat yang aman. Aku pergi untuk mencari tempat yang aman dan sembari mencari putriku kesana kemari. Namun entah aku tidak menemukanya. Pikiranku kacau emosiku kalut. Air mataku tak terbendungkan lagi. Suaraku melengking memecahkan telinga memangil-mangil anak ku. Hari itu. 

Kuatanyakan kepada teman-teman sekolahnya, kepada guru, kepada siapapun namaun mereka hanya mengelengkan kepala. Dimana anak ku. Dimana. Apa ia pulang kerumah untuk mencariku. 

“TTIIIIDDDDAAAAKKKK.” Tangisku tak tertahan. Hatiku bagaikan di tusuk dengan ribuan samurai, dipotong-potong dan di robek begitu saja. Tubuhku gemetar kepalaku memanas, tulang-tulangku rasanya remuk. Nafasku tersendat-sendat. Bibirku mengerigit hingga mengeluarkan darah. Rasa nya semuanya memuncak menjadi satu. Tubuhku mati rasa. Hatiku hancur dan yang kulihat hanya gelap.

Ini membuatku harus di rujuk ke rumah sakit terdekat bahkan diriku tidak sadarkan diri dalam sehari karena penyakit yang sudah lama ku tahan karena kami tidak punya cukup uang untuk berobat. 

Kususuri tempat yang terasa asing diantara tumpukan abu vulkanik yang entah seberapa banyaknya. Seseorang menghampiriku dan berkata “ buk putri ibu sudah kami temukan” mataku berbinar ada keyakinan bahwa putriku masih hidup dan ia selamat. “ dimana aku ingin bertemu dengan nya” tegas ku “mari ikuti saya” kami menghampiri tenda berwarna hijau coklat di dekat tenda ku. 

“ dimana pak anak saya kenapa disini bukan kah ini tempat korban yang meninggal ya pak?” tanyaku terheran-heran. “ini anak ibu” sambil membuka kantong jenazah di depanya. Mataku membelalak. Tubuhku serasa tidak memiliki otot. Tubuhku tergulai di hamparan tanah. Lidahku mengerigit gemetaran. Nafasku sesak 

 “tidak mungkin.. tidak mungkin.. putrikuu.. my princes.” Rasanya seperti tersayat-sayat melihat jasad yang di depanku adalah putriku. Ia memeluk erat tubuh putrinya sambil mengoyak-oyakan badanya berharap ia bangun. Bahakan ia masih mengenakan tas pink dan seragam sekolah hari itu.  “ bangunlah nak.. mama kan selalu bangunin kamu dan kamu pasti terbangun. Lalu kenapa sekarang tidak nak. Tolong jangan tinggalkan mama nak kamu harta satu-satunya mama. Mama tidak punya siapa-siapa lagi kecuali kamu nak. Mama mohon nak. Mama mohon buka matamu nak” isak tangis sontak bergemuru seperi hujan yang disertai petir. Bahkan siapa pun yang di dekatnya tidak akan tahan melihat ini semua. 

Semua berlalu begitu saja. “Tuhan lebih menyayangimu nak. Ia memintamu untuk kembali kepadanya. Apa daya mama hanya manusia biasa. Takdir tuhan berkata lain nak, takdir yang tidak pernah mama duga. Selamat jalan nak”

Dilihatlah tas pink anaknya yang baru saja di kuburkan di pemakaman setempat. Dilihatlah amplop putih dengan berhiaskan bintang dan bunga-bunga di sana di sini, menarik mama untuk membacanya. Dibalik amplop itu ia menemukan  tulisan “surat cinta untuk mama”. Air mata mama kembali menetes tanpa henti. Ia mendengar bila hari dimana kejadian itu terjadi ibu guru sedang memberikan tugass kepada mereka untuk membuat surat cinta untuk mamanya, agar bisa diberikan saat hari ibu. Dan tepat hari ini jatuh hari ibu. 

Teruntuk mama tercintaku

Ma aku sayang sama mama

Mama jangan pernah tinggalin aku ya ma, jangan seperti ayah

Pengen deh bisa kayak temen-temen lain kumpul bersama ayah dan mama 

Gak perlu kaya ma. Karena mama adalah emas permata yang ku punya dalam hidup.

Aku sayang mama. Sayang selama-lamanya. 

Mama jangan capek-capek nanti mama sakit, nanti mama sakit aku yang sedih

Kebahagiaan ku bersama mama jadi jangan jauh dari aku ya ma. 

Mama aku pokoknya sayang sayang benget sama mama 

Meskipun mama selalu sibuk. 

Terima kasih mama atas kasih sayang tiada taranya.

Surat kecil yang mengetarkan dadaku menusuk-nusuk urat nadi. Ia menulis ini dengan seluruh perasaan yang ia miliki dan keluguannya. 

“akhirnya keinginan terbesarmu telah kau gapai nak, yaitu betemu dengan ayahmu” 

****

“ Mama di bawah sana nak. Ia sudah membaca surat cintamu. Sekarang ayo kita pergi”

“tapi mama yah.” Tanyaku “ mamamu pasti bahagia karena kita sudah bertemu disini.” 

Sembari memekarkan senyumanku dari ujung-ujung bibirku dan berkata lirih “ ayo yah” sembari mendoakan mamanya “ semoga mama tidak sedihlagi ya ma aku sayang sama mama i love you ma”.

Tamat


*Anggota PMII Rayon Al Fanani Komisariat Unisma

Ditulis pada: 11 desember 2021 to pray semeru


Semoga yang ditinggalkan mereka yang ikut dalam daftar korban bencana ini diberikan ketabahan dan keiklasan. Semoga para korban yang meniggal dunia di berikan tempat yang layak di sisi Tuhan yang maha esa

Amin. 


NB: cerita di atas adalah fiktif  belaka apabila ada kesamaan tokoh saya sebagai penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. 


0 comments:

Post a Comment