Tuesday, December 22, 2020

#RUANGCERITA

TETESAN KERINGAT IBU BAGI ANAK-ANAKNYA

Oleh: Sahabat Kartani*

Waktu itu saya berusia 18 tahun saya mempunyai seorang adik laki2 yang masih duduk di bangku kelas 4 sd saya tinggal di daerah yang lingkungannya sudah banyak terpengaruh oleh globalisasi artinya anak2 kecil banyak yang bermain gams atau android

“Ibuku” bingung memikirkan bagaimana agar adiku tidak salah pergaulan dengan teman2nya. Sedangkan saya di waktu itu sibuk kerja dan tidak sempat membantu ibu dalam mengontrol adiku,

“Ayah” juga mempunyai kesibukan yang sangat luar biasa karena saya lahir dari kelurga yang kurang mampu sehingga hari-hari nya hanya untuk mencari bekerja

Kebetulan saya sendiri alumni dari pesantren. Akhirnya ibuku berinisiatif memasukan adiku ke dalam pesantren, karena di pesantren tempat satu2nya yang aman dari  pengaruh dunia digital, tapi melihat usianya adiku yang masih dini seraya berat melepaskan adiku ke dalam pesantren, karena jika adiku masuk pesantren maka di rumah sangat sepi kebetulan saya juga akan melanjutkan Pendidikan di kota malang yang sangat jauh dari tempat tinggal ku

Selang  beberapa hari tibalah waktunya pembagian rapot kenaikan kelas adiku, yang dari kelas 4 sd naik ke kelas 5, di saat itulah “ibuku” gerak cepat langsung mengurus surat pindah, ‘aku senidiri sangaaat sedih sekali melihat adiku yang masih kecil sudah di kirim ke pesantren, yang jaraknya dari rumah sekitar 3 jam kalau menggunakan motor’

Aku sedih karena aku pernah merasakaan masuk pondok, di waktu aku masuk pondok aku sudah kelas 1 SMA sedangakan adiku kelas 5 SD Aku merasakan bagaimana hiruk piruk di pondok bagai mana rasanya jauh dari orang tua, bagai mana rasanya ketika sakit orang tua kita tidak ada di samping kita, nyuci sendiri apa2 di lakukan sendiri, kita mempunyai masalah juga di hadapi sendiri

Di waktu itu pertama aku masuk pesantren  rasanya sedih bangeet padahal usia ku sudah aga dewasa di banding adiku, itu alesan ku kenapa sedih

Ketika ibuku mengurus adiku yang masih kecil di masukan pesantren….Karena aku sudah tau rasanya kaya giamana. Apalagi untuk anak yang masih dini, yang masih butuh belaian orang tua.

Setelah “ibuku” mengurus surat2 pindah adiku yg mau di masukan pondok Kemudian “adiku” ku bilang “aa”.  adek pengen masuk pondok secepetnya adek pengen kaya aa punya temen banyak, bisa ikut lomba kemana mana-mana

Setelah ku mendengar adiku bilang seperti itu aku berpikir sejenak, “semua keputusan yang di ambil dari seorang ibu tujuannnya hanya satu bagai mana anak”nya bisa bahagaia mempunyai ilmu pengetahuan yang luas, walapun pada hakikatnya rasa merasakan sakit, yang tidak ingin pisah dari seorang anak2nya yang di cintai, rasa cinta yang semua orang kadang inginnya selalu berkumpul dan Bersatu tapi rasa cintanya sorang ibu harus rela jauh dari anak2nya agar anak2nya bisa mandiri dan mendaptkan ilmu yang luas

Dan aku menjawab pertanyaan “adiku”  oh iya dek,,,aa loh pernah naik pesawat gratis pernah kemana mana , punya temen banya, bisa mimpin doa di depan orang banyak, ya gara2 aa mondok

Ingat ya dek mamah mondokin dedek bukan berarti mamah ngga saying sama dedek, justru mamah sangaaat sayang sama dedek, mamah takut dedek kalau sekolah di luar salah pergaulan, jarang baca qur’an. Oleh karena mamah saying sama dedek mamah pengen melihat anak2nya bisa ngajar

Adiku menjawab iyaa “aa” dedek pengen mondo ko

“Setelah liburan selesai tibalah wktunya penerimaan santri baru atau siswa baru.

Sore itu kami sibuk beres mempersiapkan berkas” dan peralatan2 yang akan di bawa oleh “adiku”  ke ke pesantren. Adiku sangat bersemangaat di waktu itu alhmadulillaah

Tapi di sisi lain aku merhatikan raut wajah ibu sangat berbeda mungkin di tahun ini akan di tinggalkan oleh ke2 anaknya untuk pergi melnjutkan Pendidikan termsuk saya. Tapi ibu ku selalu tampil senyum di depan anak2nya yang di pikirkan hanya satu semoga anak2nya bisa berjalan lancar untuk melanjutkan pendidikannya. Dan ibuku tidak pernah menampilkan wajah sedih di depan anak2nya

Ke esokan harinya saya ayah ku ibuku dan adiku pergi ke pesantren untuk menitipkan adiku di pesnatren

Kebetulan pesantren yang di tempati adiku adalah pondok nya yang aku tempati dulu, jadi yang mengurus pendaptaran dan lain sebagainya itu aku sendiri. Setelah selesai semuanya aku sekeluarga mengantarkan adiku ke dalam kamarnya, kami pun berbincang2 bersama2 yang al Alhamdulillaah adiku sendiri tidak menampilkan wajah sedih seikit pun. sehingga  kami semangat dan percaya kalau “adiku” bakal betah

Waktu pun sudah berlalut sore. Saya ayah saya dan ibu saya pamit ke adiku izin untuk pulang ke rumah. Seketika saya dan ibu sudah sampai di rumah “ibuku”  meneteskan air mata

Karena minggu depannya aku yang harus pergi dari rumah untuk melanjutkan pendidikannya. Ibuku cuman bilang hanya bisa berdoa dan mencarai uang buat anak2 ibu agar bisa belajar denang tenang di sana

“Ibu” ngga peduli walupun di rumah hanya ada ayah yang terpenting anak2 ibu harus bisa melanjutkan Pendidikan. Harus bisa mandiri harus menjadi orang2 hebat baik pinter ngaji. Dan aku pun mencium kaki ibuku dan meminta maaf dan berlinang kan air mata. Sungguh kecitaan ibu kepadaa anak2 nya untuk menjadi orang sukses sangat luar biasa

Sewaktu saya masih liburan di rumah selama sambal menunggu hari keberangkatan kegiatan saya bekerja membantu ayah

Akhirnya waktu  keberngkatan saya untuk melanjutkan Pendidikan telah tiba….Sore itu aku beres2 apa2 saja yang akan di bawa. Alhamdulillaah aku melanjutkan Pendidikan di perguruan tinggi setengah biyayanya hasil dari kerja ku

Esok harinya aku di anatar sama ayah dan ibuku ke bandara. Aku di peluk oleh ibuku dan berkata. “Ibu sayang kamu nak”. Tolong belajar yang sungguh2 bukti kan ke ibu dan ke ayah dan berikan tauladan yang baik ke adik2nya

Dan aku menjawab “aku juga sayang sama ibu” maafkan aku jika masih blom bisa membahagiakan ibu”. Aku menangis karena aku tau di rumah sangat sepi nantinya, sedaangkan. Tempat tinggal ku jauh2 dari kelurganya ibu dan kelurganya ayah.

Aku berpamitan ke pada ibu dan ayah untuk cek in kemudian berngkat.

Di sepanjang perjlananku aku selalu berpikir betapa hebatnya seorang ibu. Rela sakit, rela kespian di rumahnya hanya demi anak2 nya Bahagia kelak.

Sesampainya aku di kota tujuan ku untuk melanjutkan Pendidikan aku sesegera mungkin menlpon ibuku kalau aku sudah sampai.

Dapat beberapa minggu mendengar kabar adiku di pesntren itu sakit. Ibuku tanpa pikir Panjang walaupun posisinya jauh di detik itu juga ibu ku pergi ke pondok untuk melihat kondisi adiku. Dan mengizinkan untuk membawanya pulang ke rumah. Selama 3 hari adiku di rawat oleh ibu ku di rumah. Setelah nya adiku di antarkan lagi ke pesantren.

Tibalah waktunya libur panjang yaitu bulam romadhan kami kumpul lagi di rumah. Seketika aku merhatikan kondisi ayah dan ibu badannya sangat kurus. Aku bertanya tanya dalam hatiku ada apa ini. Padahal aku selalu mendengar kabar baik dan Ibu tidak pernah cerita ke anak2nya selama anak2 nya  sedang melanjutkan Pendidikan di luar, padahal aku sendiri, seminggu bisa  dua kalai sanpai tiga kali aku menelpon dan menanyakan kabar ibu menanyakan kedaan kondisi ayah dan ibu bagaimana, tapi ayah dan ibu ku tidak pernah cerita sedikit pun problem2 yang terjadi di rumah entah itu sakit atau masalah ke uangan ibu dan ayah tidak pernah cerita tentang itu. Setiap kali yang aku dengar di saat nelpon, senyuman dan kabar gembira yang selalu ku dengar.

Adiku yang masih labil ceplas ceplos berbicara “ko ayah ibu kurus” ayah dan ibu hanya bilang ibu dan ayah selama kalian belajar  ibu ngga telat untuk puasa sunah, alesan itu juga masuk akal air mata ku tidak bisa di bending lagi. Entah masalah2 yang di punyai ibu dan ayah tidak di ceritakan. Aku pun langsung bicara “ aku blom dewasa, aku masih blom bisa membuat ibu bahagia, aku masih blom bisa mengerti perasaan ayah dan ibu. Maafkan aku ibu. Tapi aku sangat sayang dan berterimakasih sama ayah dan ibu….. TERIMAKASIH UNTUK SEMUNYA MOHON MAAF DAN RESTUNYA BUAT ANAK” MU  “AYAH DAN IBU"


))*Mahasiswa Aktif di Universitas Islam Malang, Prodi Administrasi Publik, Anggota PMII Rayon Al Fanani 2020.

0 comments:

Post a Comment