Tuesday, July 26, 2022

#RUANGARTIKEL

Satu Kata “Lawan Kekerasan Seksual di Ruang Lingkup Pendidikan”

Oleh: Sahabat Ajun*

Kekerasan seksual dilingkup Pendidikan masih sering terjadi akhir-akhir ini sehingga menjatuhkan moral Lembaga Pendidikan di Indonesia. Kasus dunia Pendidikan di ibu pertiwi ini yang masih marak kejahatan seksual dampaknya akan terjadi pemerosotan reputasi maupun martabat dunia Pendidikan yang seharusnya menjadi dunia aman bagi para penempuh Pendidikan.

Dunia Pendidikan seperti kampus, sekolah-sekolah dan pondok pesantren yang fungsinya sebagai ruangan menimba ilmu pengetahuan dan juga sebagai ruang aman dari dunia liar kini dunia Pendidikan tidak beda jauh dengan dunia yang begitu liar, tidak bersih dari kejahatan-kejahatan yang merusak mental dan moral bagi para penempuh ilmu, predator-predator seksual masih berkeliaran leluansa di dunia pendidkan ,saya katakan mereka adalah sang penjahat kelamin yang haus sekelangkangan. 

Komnas perempuan mengatakan bahwa kekerasan seksual berbasis gender terhadap perempuan di lingkup Pendidikan pada decade 2015-2021 berkisaran 67 kasus yang terdiri dari kekerasan seksual 87,91%, psikis dan diskriminasi 8,8%, dan kekerasan fisik 1,1%. Kampus/perguruan tinggi sebagai penyalur kasus tertinggi.

Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait kejahatan seksual dilingkup Pendidikan direntang waktu 2022 mencapi 5.953 kasus. Diantaranya anak sebagai korban pencabulan (62%), anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan (33%), anak sebagai korban pencabulan sesama jenis (3%), dan anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan sesama jenis (1%).

Kasus kejahatan seksual yang trending dalam waktu rentang ini pemerkosaan di pondok pesantren madani-bandung, pondok pesantren shiddiqiyah-jombang, dan dugaan pelecehan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia Kota batu-Malang. Rentetan demi rentetan bahkan berepisode kasus kekerasan sesksual di lingkungan Pendidikan akan mampu mencoreng reputasi Pendidikan di negeri Konoha ini.

Episode demi episode kasus kekerasan seksual yang marak terjadi ditanah air masih belum bisa teratasi oleh pihak kepolisian maupun pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), maupun Komnas Perempuan. Menurut Komnas Perempuan miskipun banyak pengaduan/pelaporan terkait kekerasan seksual dalam penanganan kasus tersebut mengalami jalan sangat lambat, khusunya klaim keadilan dan pemulihan korban.

Menyedihkan lagi, dibeberapa kasus, para pelaku mendapat keringanan hukuman dari majelis hakim dengan beberapan alasan yang sulit untuk dicerna oleh logika kemanusiaan, seperti pelaku Bripda Randi yang menjadi tersangka pemerkosaan terhadap mahasiswi Novia widyasari  dari kampus UB malang mendapat keringanan hukuman, yang seharus dihukum 5,5 tahun berdasarkan KUHP Pasal 348 ayat (1), Menjadi 2 tahun di penjaran dengan alasan Bribda Randy yang sopan santun didepan majelis hakim, kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh salah satu anak kandung pengasuh pondok pesantren shiddiqiyah-jombang dalam penangkapan pelaku masyarakat mencoba menghalangi pihak kepolisian sehingga dalam penangkapan pelaku mengalami kealotan yang berkepanjangan. Dari beberapa kasus diatas sungguh sangat ironis karena tidak memikirkan/mengabaikan pihak korban, Dengan alasan karena seorang tokoh penting, punya kekuasaan.

Pihak institusi Pendidikan juga alot, lamban, mlempem menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di institusi tersebut dengan alasan menjaga reputasi lembaganya di mata public, ditambah lagi dengan para korban yang tidak berani mengadu kepihak komnas perempuan, KPAI, dan kepolisian karena para korban tahu akan timbul sanksi sosial berupa padangan negative dari masyarakat sehingga para korban memilih bungkam daripada melaporkan kasusnya.

Ada beberapa indikoator yang menyebabkan kekerasan seksual sering terjadi, yakni; dari segi kekuasaan, contoh kasusnya Sebagian guru/dosen melakukan pelecehan seksual terhadap muridnya sebab seorang guru merasa lebih kuat daripada murid.

Dari segi Kontruksi Sosial dikenal dengan budaya patriarki yang mendominasikan laki-laki sebagai superhero dibandingkan perempuan sehingga cenderung dalam melakukan kejahatan seksual. Bukan hanya itu yang menjadi indicator terjadinya kekerasan seksual namun juga disebakan karena adanya budaya menyalahkan korban, sekorban disalahkan karena tidak mampu menjaga sikap dan cara pakaian sehingga memicu terjadinya kejahatan seksual.

Dengan adanya kasus-kasus kekerasan seksual ini perlu untuk dilawan agar tidak menjamur didunia Pendidikan.

Melawan kekerasan seksual ini/kejahatan kelamin, khususnya di dunia Pendidikan menjadi sangat wajib dan tanggung jawab bagi seluruh elemen lapisan masyarakat. 

Melawan kekerasan seksual tidaklah mudah perlu ada kerja kolektif seluruh lapisan masyarkat dengan pemerintah. Pemerintah maupun masyarakat terus melakukan edukasi tentang kekerasan seksual, mensosialisasikan peraturan-peraturan tindak pidana kekerasan seksual kepada seluruh lembaga pendidikan.

Tidak hanya itu, masyarakat terus meningkatkan membaca atau literasinya agar mampu meningkatkan pengetahuan supaya tidak mudah untuk dikelabuhi oleh para pelaku kekerasan seksual.

Lebih khususnya lembaga pendidikan atau kemendikbud mempertegas peraturan-peraturan tentang tindak pidana kekerasan seksual dilingkungan pendidikan, karena salah satu yang menjadi pemicu masih maraknya kejahatan seksual dilingkungan pendidikan dikarenakan lembaga pendidikan maupun kemendikbud kurang tegas pengawalan dan kurang masif mensosialisasikan tentang pengetahuan seksualitas dan peraturan-peraturan tindak pidana kejatahan seksual dilingkungan pendididkan.

Maka untuk memberantas, melawan kekerasan seksual pemerintah harus lebih tegas, cepat, tanggap menyelesaikan kasus kejahatan seksual agar para pelaku tidak punya ruang untuk melakukan kejahatan tersebut. Dan seluruh elemen masyarakat hindari buadaya victim blaming (menyudutkan korban) supaya para korban tidak takut untuk melaporkan kepihak yang berwajib.

Mari untuk seluruh lapisan masyarakat maupun pemerintah satukan niat, satukan gerakan,satukan pemikiran untuk melawan kejahatan seksual khsusunya di ruang pendidikan supaya lingkungan pendidikan steril dari para predator kelamin. 

Restorasi pendidikan perlu dilaksanakan agar lingkungan pendidikan menjadi ruang aman dalam menimba ilmu pengetahun bagi para siswa/I dan mahasiswa/I, mereka akan lebih fokus menimba ilmu pengetahuan untuk meningkan literasinya, menigkatkan karakter mental pemberani memberikan kritikan, melawan persoalan sosial, khsusnya persoalan kasus kejahatan seksual dan hilang rasa ketakukan dan kecemasan dalam menempuh pendidikan serta lebih berani melawan predator kelamin.


*Alumni Universitas Islam Malang


0 comments:

Post a Comment